Selalu ada pelajaran berharga dan peluang bisnis yang lahir dari setiap kejadian buruk, termasuk krisis finansial. Kuncinya bukan hanya pada kejelian menangkap pelajaran dari kondisi tersebut, melainkan juga bagaimana menindaklanjuti serta memanfaatkan peluang yang terbuka dari krisis tersebut.
Krisis finansial memberikan suatu pembelajaran bagi para pelaku perbankan bahwa sektor usaha kecil dan menengah (UKM) relatif lebih stabil. Ini tercermin dari rendahnya rasio kredit macet alias non-performing loan (NPL) perbankan dari sektor UMKM. Ini menandakan peluang di segmen usaha mikro masih besar.
Adalah juga fakta bahwa segmen tersebut menjadi salah satu pilar ekonomi Indonesia. Dari aspek penyerapan tenaga kerja, data Center for Policy Reform (CPR) tahun 2009 menunjukkan jumlah pengusaha mikro di Indonesia sebanyak 50,69 juta. Pengusaha mikro ini merupakan 99,99% dari total usaha yang ada di Indonesia. Mereka berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 83,65 juta.
Berdasarkan hasil riset Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia terdapat 42 juta usaha mikro dan kecil dengan kebutuhan kredit sekitar Rp 10 trilium. Namun, lembaga keuangan mikro yang ada cuma mau menyalurkan kredit ke 16 juta usaha mikro dan kecil.
Dibalik hingar bingar pembiayaan segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), diprediksi hanya 30%-40% yang dibiayai oleh perbankan. Jadi masih banyak UMKM yang memerlukan pembiayaan untuk mewujudkan kemakmuran, sekaligus mengindikasikan masih luasnya ceruk pasar di segmen ini.
Bidang yang digeluti UMKM di Indonesia pun sangat lah beragam. Kekuatan mereka juga tampak pada semangat kemitraan yang dalam konteks sosial kita kenal dengan gotong royong.
Salah satu dari bentuk pelajaran yang kami petik dari semua hal tersebut, sekaligus sebagai upaya untuk memanfaatkan peluang yang terbuka di sektor UMKM, beberapa bank berlomba2 menbuka bisnis ini, namun banyak persaingan tidak sehat yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada bisnis ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar