Single, dengan gaji bulanan Rp5 juta.
Masih tinggal di rumah orang tua.
Tidak memiliki tabungan.
Saldo utang kartu kredit Rp50 juta.
Profil
diatas sontak membuat mata saya nyaris keluar dari tempatnya. Sebut
saja namanya Nina. Bagaimana mungkin seseorang yang belum memiliki
tanggungan bisa memiliki kewajiban sebesar itu? Nina datang sore itu
dengan dandanan yang trendi. Dari semua benda yang melekat pada
tubuhnya, saya tahu selera Nina sangat tinggi dalam hal fesyen.
Mengalunlah cerita dari bibirnya bahwa dia kini sedang kesulitan
finansial. Dia terjebak utang kartu kredit.
Setelah diteliti, isi
tagihan kartu kreditnya adalah lifestyle semua. Mulai dari pakaian,
sepatu, tas, aksesori, gadget, kongkow di café, parfum, kosmetik mahal,
dll. Jangan tanya saya dari mana dia bisa memperoleh 3 kartu kredit
platinum dengan gaji bulanan yang “hanya” Rp5 juta. Oke, setelah
mendiagnosa penyebab bengkaknya utang kartu kredit Nina, langkah
berikutnya adalah langkah penyelamatan.
Buatlah shopping account.
Ini
adalah rekening khusus belanja. Jika Nina dilarang belanja sama sekali,
dikhawatirkan akan membuat dia malah lepas kendali terhadap uangnya.
Suatu saat bom waktu ini akan meledak dengan jumlah yang lebih besar.
Hobi Nina belanja perlu disalurkan, hanya saja sekarang angkanya
dibatasi dan disesuaikan dengan kemampuan Nina.
Misal, setiap
bulan Nina harus memasukkan angka Rp1 juta dari gajinya ke dalam
shopping account ini. Dia bisa gunakan rekening ini setiap kali dia
belanja lifestyle. Jika saldonya habis, Nina harus menunggu sampai
gajian bulan berikutnya agar saldonya terisi kembali. Terapi seperti ini
juga melatih Nina untuk dapat membedakan mana kebutuhan dan mana
keinginan. Hal ini juga mau tak mau akan memaksa Nina untuk benar-benar
cermat membeli barang karena dananya terbatas.
Live the life you
deserve, Nina! Jika kita ‘hanya’ mampu hidup dengan biaya Rp3 juta per
bulan, janganlah memaksakan diri hidup dengan lifestyle mereka yang
berpenghasilan Rp10 juta per bulan. We can not afford that.
Lunasi sebagian saldo utangnya.
Lihat,
apakah Nina memiliki amunisi finansial lain yang dapat digunakan untuk
menutupi setidaknya sebagian utangnya? Nina tidak memiliki tabungan,
tapi Nina memiliki bonus tahunan yang cukup besar sekitar Rp20 jutaan.
Nah, saya sarankan agar bonus tahunan itu digunakan untuk membayar utang
kartu kreditnya. Bahkan saya pun ikut mendaftar aset apa saja yang Nina
miliki dan bisa dijual untuk membantu memperkecil saldo utangnya.
Kamera dan iPad masuk dalam daftar yang bersedia Nina jual setelah
melewati perdebatan seru.
Tagihan yang tidak dilunasi akan
dikenai bunga berbunga sebesar rata-rata 2.95% - 4% per bulan.
Bayangkan, tabungan kita saja di bank hanya tumbuh 3% per tahun. Tagihan
kartu kredit bunganya bisa mencapai maksimum 48% per tahun! Itu
sebabnya utang kartu kredit perlu segera dilunasi agar rantai bunga
berbunga yang mencekik leher itu bisa diputuskan.
Stop sementara penggunaan kartu kredit.
Selama
utang kartu kreditnya belum lunas, Nina saya larang untuk menggunakan
kartu kreditnya. Beberapa bahkan saya sarankan di gunting saja agar Nina
lebih mudah mengontrol pemakaiannya.
Buatlah jadwal pembayaran utang.
Misal,
kemampuan Nina membayar utang setiap bulan itu sebesar Rp2 juta.
Tetaplah mencicil utang dengan angka Rp2 juta per bulan, meskipun
mungkin nanti minimum paymentnya akan lebih kecil dari Rp2 juta.
Dengan
adanya pelunasan utang dari bonus tahunan sebesar Rp20 juta dan cicilan
bulanan sebesar RP 2 juta, diperkirakan Nina dapat melunasi seluruh
utangnya dalam waktu 2 tahun (asumsi bunga kartu kredit 4% per bulan).
Akan lebih cepat jika bonus tahun berikutnya pun Nina gunakan untuk
melunasi sisa tagihannya.
Zero balance
Next
step, jika Nina memakai kembali kartu kreditnya, lunasilah setiap kali
tagihannya datang. Mengapa? Sejatinya isi tagihan kartu kredit itu
representasi dari budget bulanan kita. Artinya, pastikan setiap kali
kita gesek, kita akan memiliki uangnya untuk melunasinya.
Sore
itu Nina melangkah pulang dengan sorot mata lega. Di tangannya, selembar
kertas berisi langkah-langkah penyelamatan dirinya dari utang kartu
kredit tergenggam erat.
Saya mengantar Nina dengan sebait doa,
semoga tidak ada Nina-Nina lain yang datang ke kantor kami dengan
permasalahan yang sama. Cukuplah Nina menjadi pelajaran bagi kita semua.
Eka Agustina, QM Planner
Tidak ada komentar:
Posting Komentar