Tapi setelah terbiasa melakukan
kontemplasi, biasanya orang akan mulai menyadari bahwa dirinya dan
pikirannya adalah dua hal yang terpisah. Dirinyalah yang selama ini
melakukan pekerjaan berpikir, sedangkan pikiran itu sendiri hanya
sekedar alat. Begitu pula nama, profesi, peran sehari-hari, ciri fisik
dan hal-hal lain yang selama ini lekat dengan diri kita. Semua itu
sebenarnya hanyalah aksesori yang dikenakan orang saat menjalani
kehidupan dunia.
Lalu siapa sebenarnya diri ini di balik nama, profesi, peran, ciri, fisik, karakter kepribadian, atau buah pikiran ini? Dan mengapa perjalanan menemukan diri sejati itu begitu penting?
Lalu siapa sebenarnya diri ini di balik nama, profesi, peran, ciri, fisik, karakter kepribadian, atau buah pikiran ini? Dan mengapa perjalanan menemukan diri sejati itu begitu penting?
Membuat orang lebih mengenal Tuhan
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Wellbeing edisi Juni 2007, Deepak Chopra menjelaskan perlunya menemukan diri sejati atau lebih tepatnya mengingat kembali siapa diri kita. Menurutnya, sejak dulu para filosof selalu mengatakan, jika seseorang mampu menjawab pertanyaan “Siapa Anda?” tanpa prasangka sama sekali, maka orang itu akan mampu mengakses sebuah ladang potensi yang tanpa batas.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Wellbeing edisi Juni 2007, Deepak Chopra menjelaskan perlunya menemukan diri sejati atau lebih tepatnya mengingat kembali siapa diri kita. Menurutnya, sejak dulu para filosof selalu mengatakan, jika seseorang mampu menjawab pertanyaan “Siapa Anda?” tanpa prasangka sama sekali, maka orang itu akan mampu mengakses sebuah ladang potensi yang tanpa batas.
Pada umumnya orang tidak pernah melihat
segala sesuatu sebagaimana adanya, tetapi melalui filter memori yaitu
prasangka sudut pandang kita. Akibatnya potensi diri pun tak terpakai
dengan sepenuhnya. Sebenarnya hidup ini sebenarnya adalah cerita yang
kita ciptakan sebagai hasil dari perbuatan kita di masa lalu, memori,
dan hasrat kita. Dengan filter memori orang akan terus mengulang cerita
yang sama dalam hidupnya, sehingga hidupnya tak pernah berubah dan
kreativitasnya tak pernah muncul. Tetapi begitu mulai muncul kesadaran
bahwa dirinya bukanlah buah pikirannya, dan bahwa dirinyalah yang selama
ini mengawasi jalannya pikiran, barulah perubahan muncul. Begitu kita
berubah, dunia kitapun terbawa berubah. Dan bagian terpenting dari
perubahan diri itu sebenarnya adalah ketika kita bisa mengingat kembali
siapa diri kita.
Menurut
Erbe Sentanu, bisa bertemu dengan diri sejati itu selama satu detik
saja sudah cukup, karena seumur hidup kita akan selalu ingat. Saat itu
akan menjadi saat yang sangat berarti, dan menjadi pelita di sepanjang
hidup. Selama masih bisa mengingat siapa dirinya, orang tidak akan
pernah salah jalan. Kalaupun hal itu terjadi, dengan cepat ia akan
kembali ke jalur yang semestinya. Yang lebih penting lagi, menurut Nabi
Muhammad SAW, barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal
Tuhannya.
Zaman dulu pencarian diri sejati untuk
mencapai pencerahan selalu digambarkan sebagai perjalanan yang sangat
sulit dan memakan waktu lama. Contohnya perjalanan Bima bertemu dengan
Dewa Ruci yang ada dalam cerita wayang, atau perjalanan Pangeran
Sidharta Gautama untuk mencapai pen-cerahan. Tapi kemajuan teknologi di
zaman ini ternyata telah mengubah semua itu.
Satu contoh adalah teknik Enlightenment
Dyod, untuk memandu kita yang ingin menemukan atau mengalami diri sejati
serta mencapai pencerahan. Dalam prakteknya teknik yang ditemukan oleh
Charles Berner ini memadukan teknik meditasi ala Timur dengan teknik
latihan komunikasi ala Barat. Cara ini sangat membantu mengikis
lapisan-lapisan kesadaran diri yang “palsu”, sehingga akhirnya peserta
mampu hidup dengan ketulusan, kesederhanakan dan ke-ikhlas-an.
Di zaman sekarang ini belajar spiritual
tidak lagi harus dilakukan dengan bertapa di gunung, atau mengasingkan
diri di tempat yang sepi, cukup di depan komputer saja. Satu contoh yang
dipraktekan dalam beberapa training Katahati Institute adalah berlatih
mengelola napas dan mengeloh emosi hingga memasuki zona ikhlas dengan
sepenuhnya. Dengan Pelatihan-pelatihan Katahathati Institute Erbe
Sentanu mengajak para pesertanya untuk menetralkan polaritas atau
dualisme kehidupan yang selalu ditemui setiap hari, seperti halnya suka
dan duka, sehat dan sakit, kecukupan dan kekurangan, cinta dan sakit
hati, dan lainnya. Umumnya, polaritas yang secara dominan mempengaruhi
hidup setiap orang bisa berbeda-beda karena drama kehidupan yang
dimainkan setiap orang juga berbeda-beda. Dengan dinetralkan, orang akan
lebih cepat dan lebih mudah menyelesaikan masalah-masalah dalam
hidupnya.
Proses
yang dilakukan untuk menetralkan polaritas itu disebut PEAT (Primordial
Energy Activation & Transcendence). Terapi energi PEAT ini
diciptakan oleh seorang terapis dari Yugoslavia bernama Zivorad M.
Slavinski. Dengan menjalani proses ini, peserta akan mampu menghindarkan
diri dari berbagai benturan dalam kehidupan, dan akhirnya menjadi lebih
mudah menjalaninya. Setelah proses tersebut, kita pun diharapkan dapat
menemukan diri sejati dan pencerahan. Satu hal penting yang juga perlu
dilakukan adalah melepaskan diri dari bayangan masa lalu atau
kekhawatiran akan masa depan. Menurut Erbe Sentanu, kemarin dan besok
itu sebenarnya tidak benar-benar nyata. Yang pasti adalah hari ini.
Jadi, mengapa tidak berusaha untuk hidup sepenuhnya di hari ini dan
menikmati berkah kita di hari ini?.
Pada akhirnya, kitalah yang harus
memilih jalan mana yang ingin kita ambil bila ingin menemukan diri
sejati dan pencerahan itu. Setiap orang memiliki permasalahan yang
berbeda, jadi wajar kalau jalan yang dipilih pun akan berbeda-beda.
Bahkan tidak memilih pun sudah merupakan satu pilihan bukan?. (RBS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar