Memiliki
dan membesarkan sang buah hati punya seni tersendiri. Apalagi, kata
para pemerhati anak, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua.
Tak jarang, kita terlalu yakin mampu membesarkan buah hati dengan cara
sendiri. Ternyata, tidak semudah itu. Berawal dari komunikasi
sehari-hari, perkembangan anak pun bisa saja terganggu. Nah, bapak dan
ibu, ada kata-kata yang sebaiknya tidak Anda lontarkan untuk buah hati
tercinta.
Apa itu?
''Berhenti atau...''
Mengancam.
Inilah bentuk rasa frustrasi orang tua. Tentu saja, ini pun tidak
efektif. Apalagi, bila ancaman ini terkesan 'murah' alias sering kali
diucapkan. Ancaman seperti itu lama-lama kehilangan kekuatannya. ''Hasil
riset menunjukkan bahwa anak dua tahun yang kerap mengulangi kesalahan
serupa di hari yang sama mencapai delapan persen, tak peduli disiplin
seperti apa yang Anda terapkan,'' kata Murray Straus, sosiolog dari
University of New Hampshire.
Nah
segitu aja gan saran2 yang udah ane rangkum, semoga kita nanti bisa
menjadi calon Ayah dan Ibu yang baik buat anak2 kita kelak. Bagi yang
sudah memiliki anak, semoga setelah membaca ini bisa menjadi bahan
introspeksi diri dan bisa menjadi lebih baik lagi (aamiin).
sumber :http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=13790169
Apa itu?
Spoiler for Kesatu:
"Pergi sana! Bapak Mau Sendiri!''
Ketika
Anda kerap melontarkan kata-kata ini pada anak, Suzette Haden Elgin,
pendiri Ozark Center, mengatakan anak-anak akan berpikir tidak ada
gunanya berbicara dengan orang tuanya karena mereka selalu diusir.
''Jika Anda terbiasa mengatakan hal-hal itu pada anak-anak sejak mereka
kecil, biasanya mereka akan mengatakan hal serupa ketika dewasa.''
Spoiler for Kedua:
"Kamu Itu..."
Pelabelan
pada anak adalah cara pintas untuk mengubah anak-anak. Jika seorang
ibu mengatakan, ''Anak saya memang pemalu'', maka anak akan menelan
begitu saja label itu tanpa bertanya apa pun. Apalagi, bila kita
memberikan label buruk pada anak-anak, itulah yang akan melekat dalam
benak mereka. Seumur hidup.
Spoiler for Ketiga:
''Jangan Nangis''
Atau,
kata-kata serupa seperti, ''Jangan cengeng'' atau ''Nangis melulu''.
Padahal, untuk anak-anak yang belum dapat mengekspresikan emosi lewat
kata-kata, mereka hanya dapat menyalurkannya dengan cara menangis.
Adalah wajar, bila anak-anak merasa sedih atau ketakutan. ''Sebenarnya,
wajar saja bila ortu ingin melindungi anak mereka dari
perasaan-perasaan itu. Tapi, dengan mengatakan ''jangan'' tidak berarti
anak-anak akan lebih baik. ''Ini juga akan memberikan kesan bahwa
emosi mereka tidak benar, bahwa tidak baik untuk merasa takut atau
sedih,'' ujar Debbie Glasser, direktur Family Support Services.
Lebih baik, katakan pada anak bahwa Anda memahami perasaan sedih yang dia alami. ''Ibu paham kamu takut dengan ombak. Ibu janji tidak akan melepaskan tanganmu lagi, Nak...''
Lebih baik, katakan pada anak bahwa Anda memahami perasaan sedih yang dia alami. ''Ibu paham kamu takut dengan ombak. Ibu janji tidak akan melepaskan tanganmu lagi, Nak...''
Spoiler for Keempat:
''Kenapa kamu tidak bisa seperti saudaramu?''
''Lihat tuh, Doni rapi banget mengancing bajunya. Kok kamu tidak bisa?''
Para pakar menilai wajar orang tua membandingkan anak-anaknya. Ini akan menjadi referensi terhadap perkembangan anak-anak. Namun, tolong, jangan katakan ini di depan anak-anak. Ini karena tiap anak adalah individu yang berbeda. Mereka punya kepribadian tersendiri. Membandingkan anak dengan orang lain berarti Anda menginginkan anak Anda menjadi orang yang berbeda.
Para pakar menilai wajar orang tua membandingkan anak-anaknya. Ini akan menjadi referensi terhadap perkembangan anak-anak. Namun, tolong, jangan katakan ini di depan anak-anak. Ini karena tiap anak adalah individu yang berbeda. Mereka punya kepribadian tersendiri. Membandingkan anak dengan orang lain berarti Anda menginginkan anak Anda menjadi orang yang berbeda.
Spoiler for Kelima:
''Lho, Begitu Saja?''
Seperti
membandingkan, ejekan yang diterima anak punya dampak efektif untuk
menyakiti hati anak. Sangat efektif malah, melebihi yang pernah
dibayangkan orang tua. Satu hal yang utama, anak mungkin saja tidak
merasa lebih baik dengan diejek. Belajar adalah proses mencoba dan
melakukan salah.
Kendati Anda mengejek setiap hari lantaran si anak terus melakukan kesalahaan, komentar Anda tidak akan produktif atau memberikan hasil lebih baik.
Alangkah baiknya bila komentar Anda,''Sepertinya Ibu lebih suka kalau kamu melakukan dengan cara seperti ini, sayang. Terima kasih...''
Kendati Anda mengejek setiap hari lantaran si anak terus melakukan kesalahaan, komentar Anda tidak akan produktif atau memberikan hasil lebih baik.
Alangkah baiknya bila komentar Anda,''Sepertinya Ibu lebih suka kalau kamu melakukan dengan cara seperti ini, sayang. Terima kasih...''
Spoiler for Keenam:
''Berhenti atau...''
Spoiler for Ketujuh:
''Tunggu Sampai Ayah Pulang!''
Kata-kata
seperti ini tidak hanya merupakan ancaman yang lain, tetapi juga
merupakan bentuk disiplin yang setengah hati. Ketika Anda tiba di rumah,
boleh jadi anak telah lupa apa kesalahan yang mereka lakukan.
Mendelegasikan tugas pada orang lain juga melunturkan 'kewenangan' Anda.
Anak akan berpikir,''Mengapa saya harus patuh pada ibu jika dia tidak
melakukan apa pun juga?'' Parahnya lagi, Anda akan membuat citra
pasangan lebih buruk.
Spoiler for Kedelapan:
''Cepat, cepat''
Siapakah
orang yang sibuk berat, kurang tidur, capek gara-gara macet, dan kena
tekanan kerja yang tidak pernah melontarkan kata-kata seperti itu?
Jika Anda mulai mengeluh atau menghela napas setiap hari, hati-hati. Ada kecenderungan anak akan menangkap pesan bahwa mereka bersalah karena membuat orang tuanya lambat. Kesalahan itu membuat mereka merasa bersalah dan ternyata tidak juga membuat anak-anak bergerak lebih cepat.
Jika Anda mulai mengeluh atau menghela napas setiap hari, hati-hati. Ada kecenderungan anak akan menangkap pesan bahwa mereka bersalah karena membuat orang tuanya lambat. Kesalahan itu membuat mereka merasa bersalah dan ternyata tidak juga membuat anak-anak bergerak lebih cepat.
Spoiler for Kesembilan:
''Hebat'' atau ''Anak Pintar''
Boleh
jadi Anda bingung mengapa kalimat pujian seperti itu juga tidak
mendidik. Tenang dulu, pujian memang alat efektif orang tua untuk
mendongkrak percaya diri anak. Masalahnya, bila pujian ini terkesan
berlebihan. Kata-kata ''Wah, hebat banget'' untuk hal-hal kecil yang
anak lakukan seperti menghabiskan susunya menjadi tak berarti.
Lebih baik bila pujian itu diberikan untuk usaha keras yang anak-anak lakukan. Pujian karena menghabiskan susu yang bisa setiap saat mereka lakukan atau menggambar sesuatu karena si anak memang hobi menggambar boleh dibilang kurang berkesan pada anak. Alangkah baik bila pujian itu diberikan pada anak yang susah payah menyelesaikan tugas sekolah. Atau menghabiskan makanan hingga habis, satu hal yang jarang si anak biasa lakukan.
Lebih baik bila pujian itu diberikan untuk usaha keras yang anak-anak lakukan. Pujian karena menghabiskan susu yang bisa setiap saat mereka lakukan atau menggambar sesuatu karena si anak memang hobi menggambar boleh dibilang kurang berkesan pada anak. Alangkah baik bila pujian itu diberikan pada anak yang susah payah menyelesaikan tugas sekolah. Atau menghabiskan makanan hingga habis, satu hal yang jarang si anak biasa lakukan.
Spoiler for Bonus Pujian:
sumber :http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=13790169
Tidak ada komentar:
Posting Komentar