Minggu, 24 Februari 2013

PPAP menuju CKPN : Dampak terhadap kredit perbankan


Sebenarnya apa kegiatan utama Bank? Salah satu kegiatan utama bank ialah menyalurkan dana kepada Debitur dalam bentuk kredit, dimana dana dalam bentuk Dana Pihak Ketiga tersebut diperoleh dari Kreditur. Lalu apa yang akan terjadi apabila Debitur tidak dapat membayar tunggakan kreditnya? Tentu saja Bank akan mengambil alih jaminan atas kredit debitur tersebut. Jika jaminan atas kredit tersebut tidak dapat menutupi tunggakan kreditnya, maka apa lagi yang harus dilakukan oleh bank? Bagaimana cara Bank untuk mengatasi kerugian kreditnya? Oleh karena itu, untuk mengatasinya maka Bank wajib membentuk atau menyisihkan dana untuk menutupi risiko atas kerugian kredit bank tersebut.
Pengenalan PPAP dan CKPN
Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah PPAP atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Dalam PPAP, menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, pembentukan cadangan atau penyisihan tersebut dinilai berdasarkan tingkat kolektibilitas dari kredit debitur dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Cadangan Umum PPAP : Kredit Kategori Lancar < 1%
2. Cadangan Khusus PPAP :
a. 5% x Kredit Kategori Dalam Perhatian Khusus
b. 15% x (Kredit Kategori Kurang Lancar – Nilai Agunan)
c. 50% x (Kredit Kategori Diragukan – Nilai Agunan)
d. 100% x (Kredit Kategori Macet – Nilai Agunan)
Setelah adanya revisi PSAK 55 pada tahun 2006, maka istilah dari PPAP pun diganti menjadi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau yang sering disebut dengan istilah CKPN. Dalam CKPN, pembentukan atau penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh bank. Jika menurut suatu bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur itu mengalami impairment (penurunan), maka bank itu harus membentuk dana atau cadangan atas kredit tersebut. Karena hasil evaluasi kredit debitur tersebut didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka tiap-tiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk kreditnya. Walaupun begitu, kebijakan bank itupun tidak boleh melenceng dari beberapa kriteria yang terdapat dalam PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) setelah adanya revisi PSAK 55. Adapun ketentuan pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008 dibagi menjadi :
1. Individual
Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN Individual dengan menggunakan metode seperti di bawah ini :
a. Discounted Cash Flow : Estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga) yang didiskonto dengan suku bunga
b. Fair Value of Collateral : Dengan memperhitungkan nilai arus kas atas jaminan atau agunan di masa yang akan datang
c. Observable Market Price : Ditentukan dari harga pasar dari kredit tersebut
2. Kolektif
Setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan dalam menentukan nilai CKPN pada kelompok kolektif ini sebagai berikut :
a. Dilihat dari perhitungan arus kas kontraktual kreditur di masa akan datang
b. Dilihat dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya
Dari beberapa metode pengukuran CKPN diatas, maka akan diperoleh besarnya cadangan atau penyisihan dana atas kredit debitur tersebut.
PPAP dan CKPN dengan Kredit Perbankan
Untuk mengetahui besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana kredit suatu bank berdasarkan perhitungan PPAP, maka kredit bank tersebut tinggal dikalikan saja dengan persentase dari kolektibilitas kredit tersebut yang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BI.
Sedangkan untuk menentukan besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana dari kredit suatu bank berdasarkan perhitungan CKPN, maka kita harus menentukan terlebih dahulu kredit dari debitur mana saja yang mengalami impairment (penurunan nilai). Setelah itu, maka besarnya nilai cadangan dana kredit itu ditentukan dari selisih antara nilai tunggakan kredit debitur tersebut sebelum dan sesudah terjadinya impairment (penurunan nilai).
Jika kita bandingkan cara pembentukan dana menurut PPAP dan CKPN, maka dapat kita lihat bahwa perhitungan PPAP lebih sederhana dibandingkan dengan perhitungan CKPN, karena kita hanya memperhitungkan penyisihan dananya berdasarkan tingkat kolektibilitas kredit dari debitur tersebut. Sedangkan untuk perhitungan CKPN, kita perlu mengecek satu per satu apakah kredit debitur tersebut mengalami impairment atau tidak. Setelah itu kita baru akan membentuk cadangan dana setelah terdapat bukti bahwa kredit debitur tersebut mengalami impairment.
Walaupun perhitungan CKPN lebih rumit, tetapi dengan adanya pengecekan kredit tersebut secara satu per satu, maka pengontrolan kredit tersebut pun menjadi lebih terarah, karena apabila terjadi impairment, maka bank akan segera mencari jalan keluar agar kredit debitur tersebut tidak sampai dapat merugikan bank tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya perhitungan pembentukan atau penyisihan dana kredit berdasarkan perhitungan CKPN ini, maka setidaknya bank dapat mengurangi terjadinya risiko kredit yang akan dialaminya.
Sumber :
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008

Tidak ada komentar: