Senin, 25 Juni 2012

Jalan Pintas Menemukan Diri Sejati

Jika ada yang bertanya, “siapakah diri Anda yang sebenarnya?” apa jawaban Anda?, umumnya jawaban orang akan berhubungan dengan hal-hal yang lekat pada dirinya, mulai dari perannya sehari-hari, baik di rumah maupun ditempatnya bekerja, profesinya, ciri-ciri fisiknya, karakternya, harta miliknya, kepribadiannya, buah pikirannya, bahkan perasaan-perasaan hatinya. Memang begitulah biasanya orang mengidentifikasikan dirinya.
Tapi setelah terbiasa melakukan kontemplasi, biasanya orang akan mulai menyadari bahwa dirinya dan pikirannya adalah dua hal yang terpisah. Dirinyalah yang selama ini melakukan pekerjaan berpikir, sedangkan pikiran itu sendiri hanya sekedar alat. Begitu pula nama, profesi, peran sehari-hari, ciri fisik dan hal-hal lain yang selama ini lekat dengan diri kita. Semua itu sebenarnya hanyalah aksesori yang dikenakan orang saat menjalani kehidupan dunia.
Lalu siapa sebenarnya diri ini di balik nama, profesi, peran, ciri, fisik, karakter kepribadian, atau buah pikiran ini? Dan mengapa perjalanan menemukan diri sejati itu begitu penting?
Membuat orang lebih mengenal Tuhan
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Wellbeing edisi Juni 2007, Deepak Chopra menjelaskan perlunya menemukan diri sejati atau lebih tepatnya mengingat kembali siapa diri kita. Menurutnya, sejak dulu para filosof selalu mengatakan, jika seseorang mampu menjawab pertanyaan “Siapa Anda?” tanpa prasangka sama sekali, maka orang itu akan mampu mengakses sebuah ladang potensi yang tanpa batas.
Pada umumnya orang tidak pernah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, tetapi melalui filter memori yaitu prasangka sudut pandang kita. Akibatnya potensi diri pun tak terpakai dengan sepenuhnya. Sebenarnya hidup ini sebenarnya adalah cerita yang kita ciptakan sebagai hasil dari perbuatan kita di masa lalu, memori, dan hasrat kita. Dengan filter memori orang akan terus mengulang cerita yang sama dalam hidupnya, sehingga hidupnya tak pernah berubah dan kreativitasnya tak pernah muncul.  Tetapi begitu mulai muncul kesadaran bahwa dirinya bukanlah buah pikirannya, dan bahwa dirinyalah yang selama ini mengawasi jalannya pikiran, barulah perubahan muncul. Begitu kita berubah, dunia kitapun terbawa berubah. Dan bagian terpenting dari perubahan diri itu sebenarnya adalah ketika kita bisa mengingat kembali siapa diri kita.
Menurut Erbe Sentanu, bisa bertemu dengan diri sejati itu selama satu detik saja sudah cukup, karena seumur hidup kita akan selalu ingat. Saat itu akan menjadi saat yang sangat berarti, dan menjadi pelita di sepanjang hidup. Selama masih bisa mengingat siapa dirinya, orang tidak akan pernah salah jalan. Kalaupun hal itu terjadi, dengan cepat ia akan kembali ke jalur yang semestinya. Yang lebih penting lagi, menurut Nabi Muhammad SAW, barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.
Zaman dulu pencarian diri sejati untuk mencapai pencerahan selalu digambarkan sebagai perjalanan yang sangat sulit dan memakan waktu lama. Contohnya perjalanan Bima bertemu dengan Dewa Ruci yang ada dalam cerita wayang, atau perjalanan Pangeran Sidharta Gautama untuk mencapai pen-cerahan. Tapi kemajuan teknologi di zaman ini ternyata telah mengubah semua itu.
Satu contoh adalah teknik Enlightenment Dyod, untuk memandu kita yang ingin menemukan atau mengalami diri sejati serta mencapai pencerahan. Dalam prakteknya teknik yang ditemukan oleh Charles Berner ini memadukan teknik meditasi ala Timur dengan teknik latihan komunikasi ala Barat. Cara ini sangat membantu mengikis lapisan-lapisan kesadaran diri yang “palsu”, sehingga akhirnya peserta mampu hidup dengan ketulusan, kesederhanakan dan ke-ikhlas-an.
Di zaman sekarang ini belajar spiritual tidak lagi harus dilakukan dengan bertapa di gunung, atau mengasingkan diri di tempat yang sepi, cukup di depan komputer saja. Satu contoh yang dipraktekan dalam beberapa training Katahati Institute adalah berlatih mengelola napas dan mengeloh emosi hingga memasuki zona ikhlas dengan sepenuhnya. Dengan Pelatihan-pelatihan Katahathati Institute Erbe Sentanu mengajak para pesertanya untuk menetralkan polaritas atau dualisme kehidupan yang selalu ditemui setiap hari, seperti halnya suka dan duka, sehat dan sakit, kecukupan dan kekurangan, cinta dan sakit hati, dan lainnya. Umumnya, polaritas yang secara dominan mempengaruhi hidup setiap orang bisa berbeda-beda karena drama kehidupan yang dimainkan setiap orang juga berbeda-beda. Dengan dinetralkan, orang akan lebih cepat dan lebih mudah menyelesaikan masalah-masalah dalam hidupnya.
Proses yang dilakukan untuk menetralkan polaritas itu disebut PEAT (Primordial Energy Activation & Transcendence). Terapi energi PEAT ini diciptakan oleh seorang terapis dari Yugoslavia bernama Zivorad M. Slavinski. Dengan menjalani proses ini, peserta akan mampu menghindarkan diri dari berbagai benturan dalam kehidupan, dan akhirnya menjadi lebih mudah menjalaninya. Setelah proses tersebut, kita pun diharapkan dapat menemukan diri sejati dan pencerahan. Satu hal penting yang juga perlu dilakukan adalah melepaskan diri dari bayangan masa lalu atau kekhawatiran akan masa depan. Menurut Erbe Sentanu, kemarin dan besok itu sebenarnya tidak benar-benar nyata. Yang pasti adalah hari ini. Jadi, mengapa tidak berusaha untuk hidup sepenuhnya di hari ini dan menikmati berkah kita di hari ini?.
Pada akhirnya, kitalah yang harus memilih jalan mana yang ingin kita ambil bila ingin menemukan diri sejati dan pencerahan itu. Setiap orang memiliki permasalahan yang berbeda, jadi wajar kalau jalan yang dipilih pun akan berbeda-beda. Bahkan tidak memilih pun sudah merupakan satu pilihan bukan?. (RBS)

Tidak ada komentar: